Tak berasa awalnya, tapi sakit juga kalau diingat…
Hari itu kita beradu canda dalam tawa kau dan aku mengucap
segalanya seolah itu adalah lelucon. Tapi yang ku ucap tak pernah benar-benar
menyudutkanmu, sementara kalau kau berucap dan aku merasa itu menyinggung, kau
mengeluarkan jurus senjata bahwa aku tak bisa diajak bercanda. Padahal nyatanya
candaanmu itu menjurus ke fakta aku.
Obrolan ini agak sedikit sensitive. Untuk hubungan di ranjang
kau ucap bahwasannya aku lembek tak berdaya, melemah tak kuat tenaga, alias aku
rapuh energi dalam ranjang. Faktanya aku bukan janda yang selalu suka binar
berjoget. Faktanya aku bukan pelacur yang girang binar beradu badan. Faktanya lagi aku bukan barisan sang para mantan yang sudah ditiduri lebih dari dua puluh
kali pertemuan. Hebatnya candaan itu bisa muncul…
Kalau aku bermain peran perasaan, lelucon itu kiasan bukti bahwa
aku tak mampu melawan engkau dalam bilik selimut. Kiasan itu bagai bukti bahwa
aku melemah untuk persoalan hawa nafsu birahi. Kiasan itu bagai bukti tak kasat
mata kalau aku tak cukup nyali untuk membanting setir tajam yang mampu buatmu
terpukau dalam keadaan telanjang. Aku yakin, semua wanita yang pernah diucapkan
seperti itu dalam posisi seperti aku tentu akan berfikir hal nya sama seperti
aku tetapi hebatnya mereka mampu menerima segala masukan. Padahal, ilusi kata mu hanya lah secarik, setipis kertas bahkan lebih tipis lagi, tapi entah mengapa terasa cukup membebani. Mungkin aku kurang
amal, atau ibadah setiap hari sabtu dan minggu? Tak ada jawaban.
Untuk kehidupan dewasa sana silahkan kau menjalari ujung kuku
sampai ujung helai milik mereka semua yang terbebas dari jeratan larangan
berhubungan bebas. Untuk memuaskan hasrat nafsu birahi mu silahkan kau intil
mereka yang bisa menunggangi untuk buatmu merasa puas. Aku tak bisa. Kalau pun
aku bisa, mungkin itu akan muncul sekali atau untuk yang terakhir kali, tapi
kurasa tidak. Setiap kali ingin memunculkan itu selalu terbesit dipikiran
tentang faktanya bahwa aku lembek dan melemah tak bernyali. Untuk itu biarkan anganku pergi, melampaui batas penglihatanmu sampai kau benar merasa bebas tanpa jeratan dari kekasih yang sama sekali tak cukup berarti buatmu...
Gambar di akhirnya semakin bikin sedih. Ingat tulisan sendiri soal perpisahan. :(
BalasHapusDuh jadi flashback rupanya?
HapusMau komen gmn yah. Masalah domestik.
BalasHapusMungkin yang perlu tetap dibangun adalah komunikasi dan saling menerima kekurangab masing2.
Cmn kalo cwo emg 99% isi otaknya katanya hanya soal itu
Iya sih bang day.. Duh sudah bawaan penyakit dari orok rupanya ya hahaha
HapusHehe.. begitulah
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusTolong... ini hanya tulisan
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusHasrat diri sendiri terkadang bisa menyakiti orang lain ya :'(
BalasHapusKemungkinan bisa iya bisa engga
HapusIni cerita fiktif kan mba? hehe. terasa sedih saat membaca..
BalasHapusJadi meyayat hati yaa
Hapus