catetan kosong

 

Ketika hidup hanya berfokus pada makan. 
Ketika cinta hanya berfokus pada percaya sehati sepenuh.
Ketika letak kepercayaan dibuktikan melalui selaput sungguh atau sudah hilang.
Ketika semuanya itu penuh akan optikal ilusi hingga seiring kehidupan segalanya menjadi mudah.

Kamu tak lagi tau mana dia yang sungguh mencintaimu dan mana dia yang hanya berkedok cinta karena semuanya terasa sama akan hilang seiring waktu ditiup abu sampai kau bawa ke ilang mendiang dibawah batu nisan pun semua kan lenyap tanpa sisa sedikit, paling hanya memori yang tak pernah terlihat tapi rupa rupa teringat.

Sakit hati macam mana yang hanya bisa dirasa, detak menjadi kencang hidup tak segan mati pun tak rela. Sungguhhhh, aku benci ketika ku sakit hati. Rasa sakit yang dirasa membara walau indra keenam ku berfungsi bahwa akan terjadi begini tapi siapa yang bisa memungkiri rasanya hati yang sakit?

Dia yang dulu tulus terlihat berubah dari nol sampai tiga ratus enam puluh derajatnya. Kini dia yang amat melihat sedetail mungkin tentang ku berubah jadi tak kasat mata. Dia buta melihat ku kini disini setelah satu kesalahan terbesar tak tahan diri yang ada. 

Ternyata memang benar kalau kau suka dengannya karena rupa tentu kau akan meninggalkannya karena rupanya. Kalau kau suka dengannya karena fisiknya tentu kau akan meninggalkannya setelah mendapati fisik itu. Kalau kau suka dengannya karena harta kau juga akan meninggalkannya setelah hartanya hancur seperti abu. Kalau kau suka dengannya sepenuh hati tanpa cacat dihatimu kau tak kan pernah meninggalkannya karena hati tak terlihat melainkan rasa yang dirasa bersama.

Sungguh hidup tak adil untuk ku tapi terima kasih atas hidup yang amat indah segalanya jadi ku tahu mengenai lika liku hidup yang amat kejam ini.