Welcome blog Mba Nana

Diario Area | Diario Travel | Diario Outfit | Diario Love | Diario Diario

Sabtu, 25 April 2020

Gunung Papandayan kali kedua


Kangen banget naik gunung lagi setelah sekitar empat tahun lalu ngelakuin penanjakan terakhir dan selanjutnya aku vakum dalam selang waktu lama. Pertama kali jajal penanjakan itu di gunung papandayan, disini ceritanya Gunung Papandayan

Dilanjut gunung prau dan gunung lembu. Waktu itu masih enggak berani nanjak dengan ketinggian nyaris 3000 lebih, sampai sekarang pun juga masih enggak berani. Justru makin kesini mental diri malah merosot turun. Nyokap pernah bilang entah kenapa makin tua malah makin banyak ketakutan, enggak semua sih memang, hanya mayoritas. Iya kah?

Kembali mengenang pendakian pertama, kali ini aku mendaki enggak rame-rame sama tim opentrip, perjalanan kali ini hanya berempat tapi jadi pendakian ramai ketika kami udah sampai di bukit salada dan bertemu dengan pendaki lainnya. Pendakian ini dilakukan bulan November 2019. Enggak banyak persiapan fisik sebelum pendakian, aku cuma menyiapkan bahan-bahan logistik dan kebutuhan pribadi seperti pakaian ganti, jaket, kaos kaki.



Seperti biasa perjalanan dimulai di hari jumat malam dengan angkutan umum bus dari terminal Ciputat menuju Garut. Sekitar enam sampai delapan perjalanan, kami tiba di garut pagi buta sekitar pukul empat atau lima. Ke toilet untuk bersih-bersih muka supaya segar, bahkan ada yang berminat mandi padahal airnya dingin karena sumbernya dari air gunung. Lanjut sarapan seadanya yang terpenting kami harus makan nasi dan lauk pauk. Kesehatan memang diperlukan kalau sudah berpetulang uji adrenalin begini, karena yang terpenting imun dan kondisi tubuh harus tetap vit. 

Ternyata sudah empat tahun berlalu gunung papandayan masih sama seperti dulu. Masih terbilang cantik walaupun jalanannya penuh bebatuan rusak dan asap abu yang pekat. Aspal untuk pejalan kaki di gerbang pintu masuk penanjak juga sudah diperbaiki, kini jauh lebih mulus bahkan kalau ingin main sepatu roda juga bisa. Sayang sepatu roda ku sudah dibuang karena sudah tutup usia. Lol 


Karena terlalu lama menanjak, aku koid dan memilih rebahan di alas seadanya. Mohon maap untuk gambar yang tidak layak posting seperti diatas, tapi memang begitu keadaannya hehe. Dalam susah kami menikmati perjalanan yang eksotis dibawah terik panas matahari. Istirahat enggak sampai lima menit, dua menit sudah paling bagus, dilanjut kembali berjalan. Jalan dan terus jalan. Sesekali buang air di tempat elit.

Oh ya ada yang menarik dari gunung Papandayan, kalau kebelet pipis atau pingin buang air kecil enggak perlu berfikir taktik supaya enggak ketahuan pendaki lainnya karena sekarang  ini Papandayan sudah punya Toilet! WOWWW. Gak cuman toilet, disana juga ada Warunggg! Enggak kalian doang, awalnya aku juga sempat enggak percaya tapi begitu terus menerus nanjak, makin banyak ditemuin pintu-pintu dengan skat-skat kotak menyerupai toilet dan ternyata memang itu adalah Toiletttt woyyy. Aih matte gunung punya toilet dan warung lantas dimana rasa puing-puing susah menderitanya sang penanjak di era milenial ini guys? Mungkin ini merupakan tamasya ke Gunung dengan ketinggian 2665 mdpl. Kalian patut nyoba. Enggak perlu takut kalau ingin buang air atau nyeduh mie instan. 



Enggak sia-sia atas kegiatan nanjak dan buang air terus menerus karena akhirnya sampai juga di Pondok Saladah! Ini dia tempat camp untuk para penanjak, di area sekitaran pondok saladah lah tempat kami penanjak mendirikan tenda-tenda dan tinggal dibukit papandayan. Pendakian sekitar siang hari pukul 12 dan tiba diatas nyaris pukul 3 sore. Bebenah mendirikan tenda dan membersihkan diri, selanjutnya aku dan tim sibuk memasak untuk isi perut kami. Dilarang kelaparan diatas gunung karena kondisi ini berbahaya bila kami manusia memiliki imun yang rendah. 



Tenda sudah dipasang, sekarang waktunya untuk bersantai dengan segelas teh panas. Aduh kalau buat anak indie, ini tuh Chill bangetttt! Ingin main sosmed, tapi sayang sinyal enggak dapet. Mau mainin handphone terus-terusan, tapi apalah gunanya handphone bila tanpa internet terpasang. Ingin foto-foto, lima menit saja sudah cukup. Sisanya tinggal dimatikan kembali ponselnya untuk menghemat daya baterai karena aku ingin melihat sunrise di keesokannya! Itulah yang ku ingin dari penanjakan ke Papandayan ini. Tapi sayang...


Cukup lama bersantai sampai akhirnya malam tiba, enggak banyak yang dilakukan hanya bersantai dan terus bersantai dengan lagu yang terpasang pada ponsel teman lainnya. Baru pukul 8 aku sudah masuk kedalam tenda untuk tidur. Perjalanan pendakian seharian ini buat ku kelelahan dan encok tubuh. Sebenarnya dari hari-hari sebelumnya aku sudah merasa tidak enak badan, ingin rasanya kuhabiskan dengan tidur saja dan akhirnya sampai lah di puncak penyakit badan, aku mengalami demam dengan panas yang meningkat di malam hari sekitar pukul 11 malam. Aku cuma takut terkena hipotermia, semacam penyakit karena kedinginan diatas gunung. 

Untung persiapan cukup matang, aku sudah membeli persediaan obat-obatan seperti tolak angin, minyak kayu putih dan penghangat tubuh seperti koyok tempel dan Hand&Body Warmer Semacam penghangat yang ketika disentuh rasanya benar-benar panas. Cukup membantu untuk ku letakkan di bagian pangkal kaki dan jidat. Doa ku malam itu semoga panasnya segera menurun. 


Pagi pun tiba aku bangun subuh buta, kami disuruh sarapan padahal ingin melihat sunrise sebentar saja. Seorang teman mengoceh tegas menyuruh kami makan padahal kaki sudah ingin kabur lari mendatangi matahari terbit. Aku mengalah dan makan, cukup lama sampai pukul 7 baru lah aku mencari sunrisenya. Telat dong, mataharinya sudah mejeng di langit!

Keinginan nanjak kali itu sebenarnya hanya ingin lihat sunrise letak matahari terbit dengan lautan awan, tapi sayang semuanya gagal karena aku disuruh sarapan. Kalau bisa berkata kotor diatas gunung mungkin sudah kulakukan, tapi apalah aku cuma bisa menangis seperti peran Juliet ketika ditinggal sang Romeo. Sedih.

Aku pun cuma menikmati Hutan Mati dan sibuk eksistensi disana. Aku juga enggak nanjak ke taman Edelweis bareng tim lainnya, perasaan ku begitu bungkam dalam duka hanya karena enggak bisa melihat sunrise. Bukan sedih main-main ini sih... Aih kacau! 





Begitu lah kesan di pendakian kali ini. Kesan sedih tapi juga senang karena bisa balik melihat kabar papandayan lagi. Tapi kayaknya lebih banyak berduka dalam sedih karena harus ngerasain demam di malam dingin, dan enggak bisa melihat sunrise yang ditunggu-tunggu. Berharap ada pendakian papandayan di hari lain, tapi entah... Kini Gunung Papandayan sudah menjadi wisata Tamasya untuk berkemping ria atau sekedar Tek tok. 


Foto diatas juga masih di Pondok Saladah, dan disana tersedia banyak tanaman Edelweis. Biasanya di tempat ini ramai dengan tenda-tenda, tapi kini papandayan sudah sepi oleh penanjak. Mungkin karena profesinya sudah beralih dari Gunung Penanjak menjadi Gunung Tamasya, tapi boleh dicoba untuk semua penanjak pemula. Cekidot lebih lengkapnya dalam bentuk Virtual rekaman! :)



23 komentar:

  1. What a nice Photos 😊 thanks for your sharing 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. You can watch my videos on my channel youtube also. I'll wait for your comment about my video. Thank you :)

      Hapus
  2. Gunung tamasya tuh maksudnya gimana heiii. :))

    Baru tahu deh. Itu udah ada toilet dari kapan? Seru juga nih buat orang2 cupu kayak gue. Hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha disebut Gunung tamasya karena disana disediain Toilet dan Warung. Umumnya gunung kan enggak ada toilet dan warungnya

      Hapus
  3. Kalo makin tua makin takut karna khawatir klo knp2 gmn nanti nasib anak2ku.

    Viewnya keren ya baik di sekitar pondok maupun saat di puncak pas matahari udah terbit. Mo bilang sunrise kok gak tega ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul, nasib kedepannya ya. Keren banget viewnya, wkwk sedih kalau bahas sunrise

      Hapus
    2. Juru masaknya kejam bgt ya ^_^

      Hapus
    3. Org mau ngejar sunrise masih dipaksa makan dulu

      Hapus
  4. Eksotis juga ternyata gunung papandayan ya. sebagai orang yang hanya tau gunung ciremai, melihat perbedaan panorama di papandayan rasanya pengin kesana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahh ciremai, stereotipe ciremai kalau dari yang aku dengar disana cukup horror dan jalanannya terjal yah? Papandayan sendiri panoramanya memang cantik-cantik dan ngangenin :p

      Hapus
  5. Salam kenal mba Nana. Terima kasih sudi singgah ke blog saya. Balas kunjungan mba. Cantik sekali permandangan gunung papandayan ni. Gambar pun cantik!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya mbak sama-sama yaa. Wah terima kasih mbak, memang menurut saya papandayan termasuk gunung yang paling cantik

      Hapus
  6. Wahhh seru nih ka, tapi kalau udah naik sekali pasti bakal ketagihan lagi buat naik baik naik terus :D

    BalasHapus
  7. Padahal Papandayan sekarang katanya udah beda dengan yang dulu, karena banyak penggalian di sekitarnya. Tapi tetep aja liat foto-foto di atas cakep, yaa. Dulu pas ke Papandayan masih kecil banget digendong sama Ayah (soalnya Garut kampung halaman saya. lol). Sekarang jadi merasa renta gini, ga ada waktu buat jalan-jalan jauh ke tempat kayak begitu dan keburu harus karantina....

    Lihat foto-foto ini jadi kangen main keluar. Makasih sharingnya yaa, mbak. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai mbak dolce, wah makasih lho sudah berkunjung! Iya papandayan tetap memancarkan kecantikannya seperti dulu kala kok. Sayang aku enggak ke edelweis, mungkin kalau kesana pemandangannya juga gak kalah cantik.

      Oalah mbaknya di Garut toh. Semoga pandemi ini lekas kelar ya supaya bisa jalan-jalan jauh ke Garut tempat masa kecil saat digendong Ayah dulu :D

      Hapus
  8. Toiletnya bersih nggak, Mbak? Pengalaman dulu di gunung Semeru, toiletnya jorok dan bau banget!!! Jijik kalau diinget haha. Mending pipis di luar dah daripada di dalam toiletnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahah kalau papandayan bersih kok mas, saya juga mandi di toiletnya karena saking bersihnya dan airnya dingin. Gunung Semeru saya pikir enggak ada toiletnya lho, ternyata ada juga

      Hapus
  9. Suka kagum sama orang yang hobi naik gunung, Kak. Aku sih sebenernya pengen gitu explore gunung-gunung yang ada di negeri tercinta. Tapi, kayaknya banyakan malesnya, wkwk.
    Pernah sekali naik gunung purba Nglanggeran di Jogja. Tapi abis itu malah kapok, haha. Emang dasarnya manja aja ini, gamau susah kalo ga ada air. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe kalau mau naik gunung memang perlu niat yang lumayan besar yaa, karena persiapannya aja cukup berat dan perlu kesiapan yang matang dari tenaga, mental, fisik, juga persiapan barang-barang yang lumayan banyak.

      Wahh pernah naik gunung juga... Hahaha emang sih aku juga pernah dibuat kapok. Selain dibikin kapok, juga dibuat nagih :D

      Hapus
  10. Wahhh cantik banget ya pemandangan gunung papandayan, tapi tak secantik dirimu mba Nana #kaburahsebelumdigeplak.

    saya belum pernah ke papandayan dan sekarang ini gatau kenapa lagi males buat nanjak lagi, belum nemu orang yang cocok aja buat diajak nanjak lagi. Semoga dah suatu saat bisa nanjak lagi.

    Jadi kangen suasana gunung.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
Fransisca Williana Nana
Lihat profil lengkapku

Followers

total human

Popular Posts