Welcome blog Mba Nana

Diario Area | Diario Travel | Diario Outfit | Diario Love | Diario Diario

Sabtu, 10 Oktober 2020

Belajar bahasa Isyarat "Sunyi Coffee Fatmawati"

 


"Besok ya sekalian kita mampir ke kopi sunyi!" Kata divo dalam obrolan di grup pesan WhatsApp malam itu. Aku yang membaca isi pesannya tergidik bingung mengapa kedua temanku sebegitu penasaran sama kopi sunyi. 

Jawabku hanya, "baiklah". Keesokan pagi kami berangkat ke tempat tujuan pertama, dilanjut menuju kopi sunyi yang berada di Jl. RS. Fatmawati Cilandak Barat. Tadinya kami berniat untuk bertiga orang nongkrong di kopi sunyi, tapi ternyata teman ku satu lagi meng-cancel, jadi sisa hanya aku dan divo. Tampak depan pintu masuk kopi sunyi seperti foto diatas. Design tampak depan berhadapan dengan jejeran parkiran kendaraan. Begitu masuk, kami langsung disuguhi meja kursi tempat untuk bersantai dan tersedia hand sanitizer disana, begitu pula hiasan pajangan berupa simbol bahasa isyarat. 



Tampak ruangan depan dan ruangan dalam kopi sunyi seperti gambar diatas. Waktu itu siang hari kami keliling berkendara motor dalam keadaan panas, gersang, macet jalanan. Belok kearah fatmawati menuju kopi sunyi memesan satu signature es kopi susu, bukan main segernya. Sesekali bermain smartphone untuk sekedar update atau beralih dunia maya. Sesekali pula aku sibuk memerhatikan aktivitas disana dengan keadaan yang tidak seperti biasanya ku lihat. Ini sungguh unik! 


Itulah harga-harga minuman yang dijual. Harga standart seperti umumnya kopi shop. Ngomong-ngomong, kehidupan dalam rumah kopi sunyi ini tidak seperti saat sedang berada di umumnya Coffee shop. Pertama, para pekerja disana adalah anak-anak yang mengidap tuna rungu sehingga cara pengunjung dalam memesan kopi pun tidak harus berbicara dengan suara, karena mereka pun sulit dengar suara. Aku memesan dengan menggunakan bahasa isyarat yang telah dipajang panduan cara memesan kopi. Kami berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Otomatis untuk yang baru pertama kali coba berbicara isyarat bakal auto gugup dan ngeri salah bicara, itu wajar. Karena aku sendiri juga sambil cengengesan saat lagi memesan. Jadi lucu sendiri mempraktekan diri dalam bicara tanpa suara tetapi dengan gerakan tangan dan alunan vokal.

Lalu yang kedua, fasilitas yang disediakan disana cukup lengkap. Tersedia minuman kopi, wifi, fasilitas bangku dan meja, toilet, secukupnya untuk sekedar bersantai nongkrong tetapi nongkrong kami terasa kurang sempurna karena disana sama sekali enggak disediakan musik yang disetel. Duh! Hal itu rasanya berbeda banget sama kebanyakan Coffee Shop. Aku bergerutu secara enggak sadar "div, kok enggak ada musik ya?". Jawab divo tertawa "ya iyalah na. percuma ada musik, mereka juga enggak bisa denger". Kesimpulannya, Sunyi Coffee di Fatmawati ini memberikan kesan yang unik yaitu kopi disana tersedia tanpa bumbu suara lisan. 

Banyak teman-teman pengunjung tuna rungu lainnya yang suka bersantai ngopi disana, kami pun melihat aktivitas komunikasi yang mereka lakukan. Aku dan divo ngerasa cukup tertarik untuk lebih mendalami materi bahasa isyarat. Kita juga membaca-baca buku isyarat yang disediakan, divo mengambil alih ide untuk mengajak ngobrol salah satu pekerja bernama Razif yang akhirnya kami jadi nongkrong bertiga. Kalau temen-temen juga penasaran untuk mengenal bahasa isyarat lebih lanjut, bisa disimak video youtube di bawah. Ada beberapa kalimat pertanyaan juga yang diajari, juga nama-nama hari, nama keluarga, dan bagaimana cara kami berkenalan satu sama lain. Pengalaman unik yang belum pernah ku temui, sekaligus edukasi baru yang kita pelajari. Ini rasanya bikin seneng banget! :)





Salam dari kami yang habis belajar bahasa isyarat 

18 komentar:

  1. Seru sekali tempatnya, saya pernah baca berita mengenai Kopi Sunyi ini dan misinya bagus yah. Setelah baca tulisan mba Nana, semakin bisa paham seperti apa konsep dalamnya 😍

    By the way, saya belum pernah belajar bahasa isyarat. Nggak kebayang kagoknya saya kalau harus order minuman tanpa bicara. However penasaran ingin coba 😆 hehehe.

    Semoga bisnis Kopi Sunyi semakin banyak penggemarnya dan bisa melebarkan sayapnya sampai pulau dewata agar dapat turut merasakan pengalaman seperti mba Nana 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru mbaa jadi belajar hal baru. Aminnn sehingga bikin orang-orang awam yang belum begitu kenal konsep seperti ini, juga jadi ikut menambah wawasan yaa. Boleh dicoba mba creameno untuk datang ke Kopi Sunyi :)

      Hapus
  2. Yaampun ini unik banget!
    Jadi inget beberapa liputan usaha di youtube, mereka bahas cafe sejenis juga di Jakarta.
    Kalau aku tertarik sama bahasa isyaratnya, walaupun belum mulai belajar sih. Hehehe..
    Keknya menegangkan tapi excited at the same time!

    Btw, mengingat komentar kamu kemarin, aku coba bales di sini aja yaa..
    Eh gpp kan yah? Wkakaka, main lancang aja, tapi akunya juga mumpung g tau malu, soalnya pertanyaanmu menarik.
    Capek g sih bikin konten tiap hari?

    Dari pengalamanku, ini tergantung dari tujuan serta kekuatan psikis masing-masing individu.
    Di kasusku, aku pernah berada dalam lingkup profesional, membuat konten untuk pekerjaan, tekanannya beda karena ada goal (monetasi) yang harus dituju dan bukan aku yang harus tampil, tapi ideku, secara psikis I am ok with that.

    Beda cerita ketika ini buat akun personalku, karena tidak ada tujuan monetasi (walaupun ada goal), dan aku harus tampil depan kamera, aku ngerasa capek karena tidak ada batas pekerjaan dan kehidupan personal. Rasanya nggak kuat aja harus keekspos terus menerus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat-sangat menegangkan but can makes you really be happy!

      Wahh diingatkan kembali, makasih ya pipit! Yes, I did it. Aku cukup paham. Mengejar goal atau monetasi, jatuhnya jadi berasa ada tekanannya yah daripada yang hanya sebatas contoh selebgram personal yang ambil gambar depan kamera, lalu update. Kita hanya pusing 'mau isi caption apa' dan segalanya terserah dari pemikiran sendiri.

      Makasih lho pipit, bisa jadi gambaran aku saat mau apply-apply bagian yang terkait.

      Hapus
  3. Terkejut dengan para pekerja di kopi sunyi adalah para tuna rungu. Menurutku patut diacungi jempol pemiliknya karena kadang ada orang yang tidak mau mempekerjakan tunarungu.

    Tapi bagi yang pertama kesana mungkin agak kagok karena memesannya pakai bahasa isyarat. Tapi kan ada panduannya , hitung hitung belajar bahasa isyarat juga 🙂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin karena konsep Kopi Sunyi itu sendiri seperti itu ya mas. Nah iya, selain belajar, kita juga akan melihat pemandangan berisi orang-orang tuli yang sedang berkomunikasi. Pemandangan yang unik.

      Hapus
  4. Saya sangat tertarik untuk belajar bahasa isyarat sejak dulu, cuma belum kesampaian aja hehe. Tapi, ini kafenya bener-bener bagus loh, mereka yang tuli lebih merasa diterima lagi di masyarakat umum.

    Btw, mereka lebih senang disebut tuli daripada tunarungu. Karena tunarungu terkesan memiliki ketidakmampuan berbicara, tuli tidak. Sebagian orang awam memang mengira tunarungu terkesan lebih sopan, tapi tidak bagi mereka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul sekali.

      Oh ya, sementara bagi kita kalau berkata tuli, kok rasanya kurang sopan ya? Thank you mba Hanna sudah kembali diingatkan. Saat saya mau posting antara tuli atau tunarungu, sebenarnya saya juga bingung harus pilih kata yang mana.

      Hapus
  5. Aku udah beberapa kali baca tentag ulasan sunyi coffee ini mba Nana, aku salut sih sama misi pemiliknya yang memberdayakan penyandang disabilitas, jadi kitapun kesana nggak cuma ngopi ya, pasti banyak belajar banyak hal.

    Fix aku pasti mau mampir kesana klo ada kesempatan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau ingin belajar banyak pun juga bisa mbak. Disana sedia buku tentang bahasa isyarat juga.

      Ya mba meta mampir juga yaa kesana! ;)

      Hapus
  6. Lah gw yang rumahnya pondok labu aja gak tau ada kafe beginian. Boleh deh besok gw coba, biar punya pengalaman.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahha pengalaman apa dah? Pengalaman ngoceh pakai isyarat yaa? Mantap!

      Hapus
  7. Konsep yang unik dan spesial sekali! Sebelumnya aku pernah dengar ada salah satu cabang chain fast food besar di Jakarta yang bekerja juga para tuna rungu. Tadinya aku nggak ada gambaran tentang ini, tapi setelah baca cerita pengalaman Mba Nana jadi kebayang. Menariknya kita yang jadi pelanggan harus belajar bahasa isyarat untuk memamhami dunia mereka ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali mba. Memang dengan dipekerjakannya orang-orang tuna rungu bisa membuat kita orang yang non tuna rungu jadi belajar dunia mereka. Lebih bersimpati dan empati tentang keadaan mereka :)

      Hapus
  8. Saya nggak terlalu suka kopi jadi jarang banget ke coffe shop. Tapi konsep coffe shop yg ditawarkan oleh kopi sunyi itu unik dan keren banget sih. Jadi lebih sunyi dan mungkin cocok banget untuk orang yang sedang galau dan butuh ketenangan ya mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul sekali mas. Selain galau dan butuh ketenangan, juga butuh fokus ngerjain sesuatu misalnya. Kalau enggak suka kopi bisa pesan selain kopi juga lho mas.

      Hapus
  9. Saya cuma dua kali aja ke coffee shop karena saya kurang begitu suka minum kopi. Baru tahu kalau ada coffee shop yang namanya Kopi Sunyi setelah baca postingan ini.

    BalasHapus
  10. Sangat menarik. Harus coba nih. Jarang-jarang ada yang kaya begini, bener-bener membuka ruang untuk para difabel dalam berkarya. Semoga bisa memberi inspirasi untuk banyak pihak.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
Fransisca Williana Nana
Lihat profil lengkapku

Followers

total human

Popular Posts